BrataNewsTV || Sedang gencar-gencarnya
Pemerintah tengah menggulirkan program untuk melaksanakan pembangunan “Gerai dan Gudang, hingga pelatihan peningkatan kapasitas sumber daya manusia, tentunya dengan harapan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDKMP) ini dapat menunjang ekonomi masyarakat perdesaan/kelurahan di seluruh Indonesia.
Ekonomi masyarakat di perdesaan melalui
program KDKMP diharapkan dapat menjadi tonggak baru bagi masyarakat Indonesia di dalam peningkatan serta penguatan sistem ekonomi desa melalui jalur koperasi.
Namun, dibalik upaya semangat optimisme
muncul berbagai pertanyaan? catatan kritis dari masyarakat dan pemerintah desa serta para pelaku koperasi di tingkat lokal.
Program besar seperti ini memang sangat menjanjikan, tetapi apakah benar-benar ini menyentuh kebutuhan riil desa, banyak hal yang perlu diperjelas dan dipertimbangkan secara matang sepertinya!?
Beberapa pertanyaan penting yang muncul di kalangan masyarakat dan pemerintahan desa antara lain sebagai berikut :
Sumber Dana dan Mekanisme Pembiayaan
Apakah dana untuk pembangunan gerai itu dan gudang itu, bersumber dari dana hibah pemerintah pusat atau justru ini berbentuk pinjaman yang harus dikembalikan?
Pertanyaan ini krusial, karena menyangkut tanggung jawab keuangan jangka panjang yang bisa berdampak pada keberlanjutan koperasi di kemudian hari.
Status Tanah dan Kepemilikan Lahan
Tentu tidak semua desa memiliki tanah kas atau aset desa yang bisa digunakan untuk pembangunan. Kemudian apakah desa yg tidak memiliki tanah harus menyewa atau bahkan membeli lahan baru?
Bagi desa yang sudah memiliki gedung kira tidak terpakai, seperti bekas SD atau balai lama, apakah tetap diwajibkan membangun gedung baru?
Selain itu, bagaimana dengan tanah yang berstatus lahan hijau yang menurut tata ruang tidak boleh dibangun?
Apakah dapat di mungkinkan tukar guling agar terlaksana pembangunan dilakukan di lokasi yang lebih strategis sesuai aturan?
Kewenangan Desa dan Fleksibilitas Pembangunan
Apakah pembangunan ini bisa disesuaikan kondisi, kebutuhan, kemampuan keuangan masing-masing desa?
Banyak pihak menilai, jika desa di berikan keleluasaan untuk merencanakan dan/atau melaksanakan pembangunan yang sesuai konteks lokalnya, tentu hasilnya akan lebih efektif dan memberdayakan masyarakat.
Selama ini, desa sudah terbukti mampu mengelola dana desa secara mandiri. Lalu mengapa pembangunan koperasi ini justru dilakukan secara terpusat (top-down) tanpa melibatkan desa secara langsung?
Di sinilah muncul pertanyaan tentang azas rekognisi dan subsidiaritas sebagaimana diamanatkan dalam UU Desa.
Aspek Teknis dan Analisa Ekonomi
Bagaimana dengan kebutuhan teknisnya di lapangan, seperti pengurugan tanah, biaya infrastruktur dasar, atau penggunaan tanah milik instansi lain seperti Perhutani?
Apakah semua itu sudah termasuk dalam perhitungan biaya pembangunan?
Lebih jauh, apakah sudah dilakukan kajian bisnis (business model) secara mendalam
?
Dengan nilai investasi yang besar, baik dari sisi CAPEX (biaya pembangunan) maupun OPEX (biaya operasional), tentu perlu untuk diperhitungkan apakah potensi keuntungan koperasi mampu menutup semua di biaya operasional dan bahkan bunga pinjaman.
Resiko dan Akuntabilitas
Kekhawatiran lain makin muncul dari para pengurus koperasi desa. Jika nantinya ini program tidak berjalan dan sesuai dengan sebuah harapan siapa yang akan nantinya menanggung dan bertanggungjawab baik moral dan sosial di hadapan masyarakat?
Sering kali, yang di salahkan justru adalah pengurus koperasi, pengawas, atau bahkan pemerintah desa padahal kebijakannya dari arah pembangunan bersifat nasional.
Keragaman Potensi Desa
Masing-masing desa tentu sudah memiliki potensi ekonomi, sosial, dan geografis dan berbeda-beda. Oleh karena itu, kebijakan ini terlalu seragam justru berisiko tidak efektif.
Sebuah model pembangunan koperasi dan yang berhasil di wilayah pesisir belum tentu cocok di terapkan pada wilayah lainnya dan pegunungan atau perkotaan misinya.
Artinya kebijakan yang baik itu semestinya harus ada ruang dan menyesuaikan potensi program dengan karakter dan potensi lokalnya.
Menatap masa Depan
Koperasi Desa Merah Putih ( KDMP.) yang sejatinya merupakan langkah besar menuju kemandirian ekonomi desa.
Namun hendaknya program ini benar-benar berpihak pada rakyat, terutama dan utama transparansi, fleksibilitas, dan partisipasi desa perlu menjadi prinsip utama di dalam pelaksanaannya.
Pertanyaan – pertanyaan tersebut bukanlah bentuk penolakan, melainkan sebuah wujud kepedulian masyarakat terhadap tanggung jawab.
Pemerintah desa untuk memastikan bahwa setiap kebijakan benar-benar berpihak pada masyarakat bawah—bukan sekadar proyek yang indah di atas kertas, namun sejatinya berat di lapangan.














