LAMPUNG || Terindikasi Subdit III Kriminal Umum ( Ditreskrimum ) Kepolisian Daerah Polda Lampung menetapkan dan menahan Anggara Mahardika (37) menjadi tersangka dalam dugaan melakukan perbuatan tindak pidana pemerasan Pasal 368 KUHP diduga kurang profesional dan tidak proporsional,” kata Feri Irawan kakak Anggara Mahardika, bersama media,30/12/2024.
Menurut Feri Irawan ditetapkannya adiknya Anggara Mahardika bersamaan dengan ke 8 delapan orang lainnya, berawal peristiwa penggerebekan di Pos Monitoring angkutan batubara di Rumah Makan (RM) obara desa bandar kagungan raya abung selatan, pada Rabu malam di perkirakan pukul 00.01 WIB 19 Desember 2024 lalu.
Diketahui Anggara Mahardika ( 37 ) adiknya Feri Irawan merupakan pasien Rumah Sakit (RS) jiwa Kurungan Nyawa”Pesawaran dan Pasien Rumah Sakit Handayani Lampung Utara dan Anggara Mahardika itu memiliki kartu kuning, sebagai bukti pasien sedang di dalam perawatan medis . Oleh karena penyakit kejiwaan nya atau disebut Orang Dengan Ganguan Jiwa (ODGJ) ,” tutur Feri
Masih menurut Feri Irawan, kejiwaan pada adiknya sangat memperihatinkan, khawatir kejiwaan adiknya Anggara Mahardika akan dapat semakin memburuk, karena kejiwaan adiknya tersebut, belum sepenuhnya pulih dan harus rutin untuk berobat , meminum obat penenang sesuai dengan resep dokter ,” terangnya.
Lebih memperihatinkan bilamana adik saya kambuh, semua benda-benda yang berada dekatnya bisa habis, di hancurkan, di bakar dan sering kali marah-marah, mebenturkan kepalanya di tembok, rasa ketakutan kerap kali menghantuinya,” terang Feri.
Namun Feri Irawan sangat menyayangkan meskipun adiknya telah dimohonkan untuk dapat ditangguhkan dari penahanan selaku terduga tersangka Pasal 368 KUHP dengan 8 delapan orang lainnya pada 23 Desember 2024 kemarin, sampai pada saat ini belum di kabulkan.
Merujuk ketentuan Pasal 44 ayat (1) KUHP menyatakan bahwa orang yang melakukan perbuatan tindak pidana , yang tidak dapat dipertanggungkan kepadanya, karena jiwa nya cacat dalam pertumbuhan dan / atau terganggu karena penyakit nya , tidak dapat di pidana.
Disayangkan adeknya “Anggara Mahardika” sampai hari ini belum dikembalikan kepada keluarganya oleh pihak penyidik Kepolisian daerah (Polda) Lampung,” tandasnya.
Gunawan Pharrikesit selaku Kuasa Hukum dari 9 ( sembilan ) orang terduga tersangka tindak pidana Pasal 368 KUHP. ” Gunawan membenarkan telah melayangkan surat di tujukan kepada Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Lampung”
Untuk memohon 9 ( sembilan ) orang yang di tahan di Rutan Mapolda Lampung, agar dapat di tangguhkan, adapun 9 ( sembilan) orang yang di mohonkan penangguhannya.
“Imran (58) Suhaini (45), Rahmad (64), Hajri (25) , Peri (20), Adenin (51), Sadad Kholil (26), Yunizar ( 56) dan Anggara Mahardika.
Mengingat suatu keadaan dari 9 (sembilan)
orang tersebut memang benar-benar tidak mengetahui perbuatan yang dilakukan oleh klien kami menyalahi prosedur hukum dan mereka merupakan tulang punggung untuk keluarga yang hanya sekedar mencari uang untuk memenuhi kebutuhan isi perut bukan mencari kekayaan,” katanya.
Bahkan ada salah satu terduga yang hanya tinggal bersama ibunya yang sudah berusia 70 (tujuh puluh) tahun. Sejak di tinggalkan anaknya karena di tangkap, kondisi ibunya semakin memburuk sakit-sakitan tidak ada yang mengusrus setiap hari terus menerus memanggil anaknya,” bebernya.
Permohonan penangguhan tahanan telah kami layangkan sejak tanggal 23 Desember 2024. Lalu dari setiap pemohon atas nama keluarga membubuhkan tanda tangan yang juga di ketahui dan di tandatangani, di cap oleh masing-masing Kepala Desa.
“Surat permohonan penangguhan tersebut telah diterima oleh Direktorat Ditreskrimum Polda Lampung, besar harapan kami dapat dikabulkan, di dasari rasa perikemanusiaan (humanity) serta rasa perikeadilan ( fairies of justice ) dan rasa sosial ,” tandasnya.
Ditambahkan praktisi hukum Panji Padang Ratu yang juga Sekretaris Jendral (Sekjen) Laskar Lampung menilai pihak Kepolisian daerah (Polda) Lampung , tebang pilih dan kenapa masyarakat yang menjadi korban di duga di kriminalisasi kan , apakah pantas hukum tajam kebawah tumpul ke atas.
Bagaimana dengan pihak cukong – cukong kendaraan angkutan batubara yang di duga tidak mengantongi surat izin menggunakan jalan umum semau – maunya.
Kemudian angkutan batubara tersebut di duga tidak mengantongi atau memiliki bukti Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Khusus ( IUP OPK ) dan Izin Pengangkutan dan Penjualan (IPP) diterbitkan oleh Menteri ESDM dan atas persetujuan penyelenggara jalan.
Kemudian mengabaikan Peraturan daerah (Perda) Lampung Nomor 19 Tahun 2014
tentang penggunaan jalan umum dan jalan khusus untuk angkutan hasil tambang dan perkebunan. Surat Edaran (SE) Gubernur Lampung Nomor : 045.2/ 0208/V. 13/2022. Kapasitas muatan yang di izinkan batas 8 ton.”Inikan sudah jelas – jelas dapat di duga telah melakukan pelanggaran, baik berupa pelanggaran administrasi atau pelanggaran tindak pidana. Kenapa ini ? tidak di lakukan penindakan oleh kepolisian , ” beber Panji.
Pakta lapangan Tenaga Kerja Sosial ( TKS ) yang di amankan pihak Kepolisian daerah (Polda) tersebut, mereka mempunyai MoU atau kerjasama dengan pihak pengurusan angkutan batubara ( ekspedisi ). Karena di dasari kerjasama tersebut, berdirilah Pos Monitoring di RM Obara , guna melakukan pengecekan terhadap kendaraan angkutan batubara, agar tidak mendapat hambatan di perjalanan.
Karenanya Panji berharap sinergitas antara pihak Polda Lampung dan praktisi hukum untuk sama-sama menafsirkan apakah ini benar ada tindak pidana pemerasan seusai Pasal 368 KUHP – yang murni tindak pidana umum bukan delik aduan, artinya harus ada korban dan di sertai ancaman kekerasan.
“Jangan sampai masyarakat kecil sekedar untuk mencari nafkah yang menjadi korban kebijakan dan justru membuat keluarganya menderita. Marilah kita telaah di persoalan ini dari sudut pandang kita yang ” Protektif, Subjektif dan Preventif , dengan tujuannya dampak sosial dan perikemanusiaan,” tutup Panji, – (Tim/Red).
.